OTT Penyelenggara Negara Menjadi Tren KPK Selama 15 Tahun
JAKARTA – Tindak pidana korupsi di Indonesia yang melibatkan sejumlah pejabat negara kian meningkat. Tren operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) sepanjang tahun 2015-2019, ditemukan pada sektor perizinan hingga jual beli jabatan.
Menanggapi persoalan ini, Peniliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengatakan, terlibatnya penyelenggara negara pada praktik korupsi praktis dilatar belakangi beragam faktor. Biasanya momentum untuk mendapatkan royalti besar, biaya politik yang mahal hinggal balas jasa usai penyelenggaraan pesta demokrasi.
“Praktik korupsi praktis ini bukan lagi rahasia, hingga menjerat penyelenggara negara. Beragam faktor yang melatar belakangi mereka untuk korupsi seperti royalti besar, biaya politik, hingga balas jasa usai pemilu,” terang Kurnia saat dihubungi, Kamis (30/4/2020).
Melalui situs resmi KPK, sepanjang tahun 2015 hingga awal 2019, terungkap 87 kasus pidana korupsi dengan pola transaksi suap. Kemudian diawal enam bulan pertama 2019, kasus suap yang melibatkan penyelenggara negara bertambah menjadi 97 kasus.
“Sepanjang 2015 hingga 2019 KPK mengungkap 87 operasi tangkap tangan (OTT) dengan tersangka awal 327 orang. Sebelumnya pada 2018 terdapat 268 kasus penyuapan yang merupakan terbesar dibandingkan tahun sebelumnya. Kemudian pada enam bulan pertama 2019 telah terjadi 97 kasus penyuapan, dengan total tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dari 2004 hingga Juni 2019 mencapai 661 kasus atau 65 persen dari 1.007 tindak pidana korupsi kasus penyuapan,” ucap Kurnia.
“Korupsi dengan pola serupa kerap dilakukan pejabat negara dengan memanfaatkan prantaran orang lain. Ironisnya, taransaksinya dilakukan pada pusat-pusat keramaian seperti mall, restoran hingga hotel,” sambungnya.
Ia menyebut, tren tindak pidana korupsi dengan penyuapan yang meningkat setiap tahunnya, perlu menjadi perhatian para penegak hukum. Jika mengacu pada Undang-Undang Pidana Korupsi nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang nomor 20 tahun 2001, pelakukan pidana korupsi dapat dijerat hukuman penjara dengan maksimal 20 tahun atau seumur hidup.
“Jika penegak hukum KPK, Kejaksaan Agung dan Polri mengacu pada pedoman UU pidanan korupsi, pelaku pidana korupsi dapat dijerat hukuman 20 tahun hingga seumur hidup penjara. Ini agar ada efek jera terhadap tuntutan pidana korupsi yang kian meningkat di Indonesia,” tutupnya.